Makalah A'm dan Khas
Pendahuluan
Sudah kita
ketahui bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang di turunkan kepada nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab. Sebagai bahasa Al-Qur’an, bahasa
Arab memiliki berbagai macam dialek (lahjah), sehingga tidak sedikit di jumpai
lafal yang kadang kala bisa memiliki berbagai macam arti. Dalam Al-Qur;an
banyak dijumpai istilah yang biasa di pakai untuk menunjukkan makna tertentu,
seperti lafal’ am dan khas, muthlaq dan muqayyad, dan lain sebagainya.
Untuk bisa
memahami dengan baik dan benar bahasa Al-Qur’an tersebut para Ulama, baik ulama
ushul fiqh, ulama tafsir, ulama lughah, dan lain sebagainya, telah
mengadakan penelitian yang serius terhadap beberaa lafal, khususnya yang
terkait dengan ushlub atau gaya bahasa Arab.
Salah satu unsur
penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh ini, yaitu ilmu yang
mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum
syari’at yang bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci.
Melalui kaidah-kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara’ dan
hukum-hukum yang ditunjukkannya. Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting
diketahui adalah Istinbath dari segi kebahasaan. Dengan kaidah itu diharapkan dapat
memahami hukum dari nash syara’ dengan pemahaman yang benar, dan juga dapat
membuka nash yang masih samar, menghilangkan kontradiksi antara nash yang satu
dengan yang lain, mentakwilkan nash yang ada bukti takwilnya, juga hal-hal lain
yang berhubungan dengan pengambilan hukum dari nashnya. Salah satu dari
kaidah-kaidah ushul fiqh adalah lafadz ‘am (lafaz umum) dan lafadz khas (lafaz
khusus).
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian lafadz ‘Am dan lafadz Khas?
2. Apa
saja macam-macam lafadz ‘Am dan lafadz Khas?
3. Bagaimana
dalalah lafadz ‘Am dan lafadz Khas?
Pembahasan
1.
Pengertian lafadz ‘Amm dan lafadz Khas
a.
Pengertian ‘Amm
‘Am menurut bahasa artinya merata atau yang umum. Sedangkan menurut
istilah ialah;
اللَّفْظُ الْمُسْتَفْرِقُ
لِجَمِيْعِ مَا يَصْلُحُ لَهُ بِحَسَبِ وَضْعٍ وَاحِدٍ دَفْعَةً
Artinya :
Lafadz yang meliputi pengertian umum
terhadap semua yang termasuk dalam pengertian lafadz itu, dengan hanya disebut
sekaligus.
Dengan
pengertian lain, al-Amm adalah suatu perkataan yang
memberi pengertian umum dan meliputi segala sesuatu yang terkandung
dalam perkataan itu dengan tidak terbatas, misalnya al-Insan yang
berarti manusia. Perkataan ini mempunyai pengertian umum. Jadi, semua
manusia termasuk dalam tujuan perkataan ini, sekali mengucapkan
lafadz al-insanberarti meliputi jenis manusia seluruhnya.
Dapat
dimengerti keumuman itu menjadi sifat yang pengertiannya mencakup segala yang
dapat dimasukkan kedalam konotasi lafal. Sedangkan lafal yang hanya menunjukkan
beberapa orang, seperti rijalun tidak termasuk lafadz umum”[1].
Al-‘am
secara etimologi berarti merata atau yang umum. Sedangkan secara terminologi
atau istilah Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa Al-Am adalah lafal yang
diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap lafal itu
sendiri tanpa di batasi dengan jumlah tertentu”[2]
b.
Pengertian Khas
Lafadz Khas ialah lafadz yang dilalahnya berlaku bagi seseorang
yang namanya disebutkan seperti Muhammad atau seseorang yang disebutkan jenisnya
umpamanya seorang lelaki atau beberapa orang tertentu seperti tiga orang,
sepuluh orang, seratus orang, sekelompok orang. Jadi berarti lafadz Khas tidak
mencakup semua namun hanya berlaku untuk sebagian tertentu.
Lafadz khas kadang berbentuk mutlak yakni tidak dikaitkan dengan
sesuatu, tapi terkadang dikaitkan dengan sesuatu yang dinamakan muqayyad
(sesuatu yang sudah jelas), dan terkadang dalam bentuk amar(perintah) dan
terkadang dalam bentuk nahi(larangan)”[3]
Lafadz khusus ini adakalanya dipergunakan untuk seseorang, barang
atau hal tertentu. Lafadz khusus ini diperguanakan juga untuk lebih dari dua
orang yang tidak dibatasi, seperti lafadz Ar-Rijaal (beberapa orang laki-laki
atau tiga orang laki-laki). Dengan demikian yang dimaksud dengan khas ialah
lafadz yang tidak meliputi satu hal tertentu tetapi juga dua atau beberapa hal
tertentu tanpa ada batasan artinya tidak mencakup semua, namun hanya berlaku
untuk sebagian tertentu saja”.[4]
Lafadz khas merupakan lawan dari lafadz ‘am jika lafadz ‘am memberikan
lafadz umum yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-satuan yang
banyak, lafadz khas adalah suatu lafadz yang menunjukkan suatu makna khusus.
Definisi lafadz khas dari ulama’ adalah sebagai berikut:
a.
Menurut
Manna Al-Qattan, lafadz khaas adalah lafadz yang merupakan kebalikan dari
lafadz ‘am yaitu tidak hanya menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa
ada pembatasan.
b.
Menurut
Musthafa Said Al-khin, lafadz khas adalah setiap lafadz yang digunakan untuk
yang di menunjukkan makna satu atas beberapa satuan yang diketahui.
c. Menurut
Abdul Wahab Khallaf, lafadz khas adalah lafadz yang digunakan untuk menunjukkan
satu orang tertentu.”[5]
2.
Macam-macam lafadz ‘Amm dan lafadz Khas
Macam-macam lafadz ‘Amm
1.
Lafal
kulun, jamiun,kaffah,masya (seluruhnya). Masing-masing lafal tersebut meliputi
segala yang menjadi mudhaf ilaihi dari lafal-lafal itu,misalnya :
a. Kullun
كل نفس ذا
ئقة ا لموت
Artinya :”tiap-tiap yang berjiwa,
akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran:185).
b. Jamiun
هوا لذ ي خلق
لكم ما فى الا ر ض جميعا
Artinya :”Dia-lah (Allah) yang
menjadikan bagimu apa-apa yang ada di bumi, semuanya.”(QS. Al-Baqarah;29).
c. Ma’syar
يا معشر ا لجن
والا نس أ لم يأ تكم ر سلا منكم ي قصو ن عليكم ا يا تي وينذ رو نكم لقا ء يو مكم
هذا
Artinya :”hai golongan jin dan
manusia ! apakah tidak pernah dating kepadamu Rasul-rasul dari golonganmu
sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan member peringatan
kepadamu, terhadap pertemuan hari ini ?” (QS. Al-An’am :130)
d. Kaffah
وما أ رسلنا ك
الاكا فة للنا س
Artinya :”dan kami tidak mengutusmu
melainkan kepada manusi semuanya .”
2. Isim
istifham ialah man (siapa), ma (apa), aina, ayyun ( di mana), dan mata
(kapan), misalnya :
a. Man
(siapa)
كن ذاا لذ ي يقر
ض ا لله قر ضا حسا
Artinya :Siapakah yang mau
berpiutang kepada Allah dengan piutang yang baik ?” (QS. Al-baqarah :245)
b. Ma
(apa)
ما سلكم فى سقر
Artinya :”apa sebab kamu masuk
neraka ?” (QS. Al-Mudatsir :42)
c. Ayyun
(siapakah)
ايكم يأ تيني
بعر شها قبل ان يأ تو ني مسلمين
Artinya : Siapakah di antara
kamu yang bias membawa kursi tahta kerajaannya (Bulqis) di hadapanku sebelum
mereka dating menyerahkan diri kepadaku.” (QS: an-Naml : 38)
d. Mata
(kapan)
متى نصر ا لله
الا ان نصر الله قر يب
Artinya :”Kapan datangnya
pertolongan Allah? Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat
dekat.”(QS. Al-Baqarah :215)
e. Aina
(di mana)
أ ين مسكنك ؟
Artinya :”Di manakah tempat
tinggalmu?”
3. Isim
syarat, seperti man (barang siapa), ma (apa saja), dan ayyun (yang mana
saja),contoh:
a. Man
(barang siapa)
من يعمل سو أ
يجز به
Artinya :”barang siapa yang
mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.”
(QS. An-Nisa :123)
b. Ma
(apa saja)
ما تنفقوا من
خير يو ف اليكم وأ نتم لا تظلمو ن
Artinya :”Dan apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah) niscaya kamu diberi pahalanya dengan
cukup dan sedikitpun kamu tidak dianiaya.” (QS. Al-BAqarah :272)
c. Ayyun
(mana saja)
ا يا ما تد عو ا
فله الا سما ء الحسنى
Artinya :”Dengan apa saja kamu seru
Dia, maka ia mempunyai nama-nama yang baik.”(QS.:al-ISra:110)
d. Ayyuma
(siapa saja)
ا يما امرا ة سأ
لت زو جها الطلا ق من غير ما بأ س فحرا م عليها را ئحة (رواه أ حمد)
Artinya :”Siapa saja perempuan yang
minta ditalak kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya wangi
surga.” (HR. Ahmad)
4. Isim
Mufrad yang makrifat dengan alif lam (al) atau idhafah :
واحل الله البيع
وحرم بوا
Artinya :”Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah:275)
Marifat dengan idhafah
وان تعد وا نعمت
الله لا تحصو ها
Artinya :”Kalau kamu
menghitung-hitung nikmat Allah tentu kamu tidak dapat menghitungnya.” (QS.
Ibrahim :34)
5. Jama
yang ditakrifkan (makrifat) dengan alif lam atau dengan idhafah :
a. Makrifat
dengan alif lam (al) :
ان الله يحب
المقسين
Artinya : “sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang adil._ (QS. Al-Maidah:42)
b. Makrifat
dengan idhafah
Seperti lafal ummahatukum pada ayat
ini :
حرمت عليكم امها
تكم
Artinya :”terlarang bagimu
(mengawini) ibu-ibumu.” (QS. An-Nisa :23)
6. Isim
nakirah yang terletak sesudah Nafi ,contoh :
ما ر أ يت ر جلا
Artinya :”Aku tidak melihat
seorangpun.”
7. Isim
mausul (alladzi, alladzina, allatii, dan sebagainya)
ان الذ ين يأ
كلون أ موا ل اليتمى ظلما ا نما يأ كلو ن فى بطو نهم نا را
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang
yang makan harta anak-anak yatim dengan aniaya, benar-benar orang-orang itu
makan api pada perut mereka.” (QS. An-Nisa: 10)
Lafal am dibagi menjadi 3 :
1. Lafal
umum yang tidak mungkin ditakhsiskan, seperti dalam firman Allah :
و ما من دا بة
فى الا ر ض الا على الله ر ز قها
Artinya :”Dan tidak ada suatu
bintang melata pun d bumi melainkan Allah-;ah yang member rizkinya.” (QS.
Hud : 6)
Ayat di atas menerangkan sunatullah
yang berlaku bagi setiap makhluk karena dilalah-nya qat’I yang tidak menerima
takhsis.
2. Lafal
umum yang dimaksudkan khusus karena adanya bukti tentang kekhususannya, seperti
firman Allah :
ولله على النا س
حج البيت
Artinya :”Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah.”
(QS. Ali Imron :97)
Lafal manusia dalam ayat di atas
adalah lafal umum, yang dimaksud adalah manusia yang mukhalaf saja karena
dengaan perantaraan akal dapat dikeluarkan dari keumuman lafal, seperti anak
kecil dan orang gila.
3. Lafal
umum yang khusus seperti lagal umum yang tidak ditemui tanda yang menunjukkan
ditaakhsis seperti dalam firman Allah :
و المطلقا ت يتر
بصن بأ نفسهن ثل ثة قر و ء
Artinya : “wanita-wanita yang
ditolak hemdaknya menahan (menunggu) tiga kalii quru’.” (QS. Al-Baqarah : 228)
Daalam uraian yang dikemukakan di
atas diterangkan bahwa Al-quran seperti dalam firman Allah :
و الذ ين مو ن
المحصنا ت ثم لم يأ…..
Artinya :”dan orang-orang yang
menuduh wanita—wanita yang baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan 4
orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) 80 kali dera.” (QS. AN-Nur
:4)”[6]
Macam-macam lafadz Khas
Mukhassis ada 2 macam yaitu
mukhassis muttashil dan mukhassis munfashil
a.
Mukhassis Muttashil
Yaitu
lafadz yang tidak berdiri sendiri, yaitu maknanya bersangkutan dengan lafadz
sebelumnya.
Misalnya :
Artinya :
“Dan janganlah kamu membunuh suatu
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu yang benar.
(QS. Al-An’am : 151)
Susunan “janganlah kamu membunuh
suatu jiwa yang diharamkan Allah untuk membunuhnya”, itu menunjukkan umum
artinya tidak boleh membunuh siapapun. “Melainkan dengan jalan yang
benar”, yaitu qishas atau di dalam pertempuran.
b.
Mukhassis munfashil
Yaitu lafadz yang berdiri sendiri, terpisah
dari dalil yang memberikan pengertian umum.
Misalnya :
Artinya :
“Dan malam serta minumlah tetapi
jangan berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf : 31)
Perkataan “Makanlah.....” itu umum,
yakni boleh makan apa saja yang kita kehendaki, tetapi keumuman ini telah
dibatasi oleh Allah dengan firmannya juga, sebagai berikut :
Artinya :
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan atasmu (makan) bangkai, darah, daging babi, dan apa yang
disembelih dengan menyebut nama selain Allah.” (QS. Al-Baqarah : 173)
Ayat ini membatasi keumuman ayat 31 dari
surat Al-A’raf dan menentukan bahwa yang haram itu hanya 4 macam makanan
tersebut diatas. Pembatasan ini tidak terdapat pada satu ayat dalam surat
Al-A’raf ayat 31 melainkan terpisah (munfashil).
Yang termasuk mukhassis munfasil ialah:
1.
Ayat
Al-Qur’an ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
2.
Hadis
ditakhsis oleh ayat Al-Qur’an
3.
Ayat
Al-Qur’an ditakhsis oleh Hadis
2.
Dilalah lafadz ‘Amm dan lafadz Khas
Dilalah lafadz
‘amm
a.
اِذَا وَرَدَ
الْعَامُ عَلَى سَبَبٍ خَاصٍّ فَالْعِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ لاَ بِخُصُوْصِ
السَّبَبِ
Artinya :”apabila am dating karena
sebab khas, mmaka yang dianggap adalah umumnya lafal, bukan khususnya sebab.”
Hal tersebut karena perintah ibadah kepada seluruh hamba Allah
hanya
dengan lafal yang dating dari syar’i,
padahal lafal ini umum. Jika menjumpai suatu hadist Nabi SAW yang merupakan
jawaban atas suatu pertanyaan tiba-tiba kita lihat bahwa itu menggunakan
perkataan (lafal) yang memberikan pengertian umum maka kita tidak usah
mengembalikan pada sebab timbulnya hadis tersebut. Dalam hal ini, kita
mengambil kesimpulan hukum dari hadist tersebut.
Contoh seorang sahabat bertanya
kepada Rasulullah SAW.
Katanya :
يَارَسُوْلَ
اللَّهِ اِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيْلَ مِنَ الْمَاءِ
فَاِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِسْنَا أَفَتَوَضّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ ص.م :
هُوَض الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ ( رواه الترمذى)
Artinya :”Hai, Rasulullah !
bahwasanya kita ini sedang mengarungi lautan, padahal kita hanya membawa air
sedikit saja, dan bila kita berwudhu dengan air ini, tentu kita akan kehausan
apakah kita boleh berwudhu dengan air laut ? maka Nabi SAW, bersabda, “laut itu
airnya suci dan binantangnya halal 9dimakan)” (HR. Tirmidzi )
Jawaban
itu seolah olah diberikan karena terpaksa (darurat), hingga andai kata tidak
ada keadaan yang serupa, maka hukum air laut dan bangkai bintangnya tidak
demikian. Namun, sesuai dengan kaidah di atas, maka pengertian jawaban Nabi
SAW. itu menunjukkan yang ‘am. Hukum itu berlaku dalam keadaan terpaksa ataupun
tidak, meskipun timbulnya karena ada sebab yang khas, tetapi memberikan
pengertian umum”[8]
b.
اَلْخِطَابُ
الْخَاصُّ بِوَاحِدَةٍ مِنَ الاُمَّةِ يُفِيْدُ الْعُمُوْمَ حَتَّى يَدُلَّ الدَّ لِيْلُ
عَلَى الْخُصُوْصِ
Artinya
Khitab
yang khusus tertuju kepada seseorang dari seluruh umat memberikan faedah
menunjukkan umum, kecuali apabila diketahui ada dalil yang menunjukkan khusus
bagi orang itu saja.
c.
ذِكْرُ بَعْضِ
اَفْرَادِ الْعَامِ الْمُوَافِقِ لَهُ فِى الْحُكْمِ لاَ يَقْتَضِى التَّخْصِيْصَ
Artinya:
Menyebut
sebagian satuan lafal ‘am tersebut, tidak berarti menakhsiskan.
d.
اَلْعَامُ
بَعْدَ التَّحْصيْصِ حُجَّةٌ فِيْ الْبَا قِيْ
Artinya:
Lafal ‘am sesudah ditakhsis tetap menjadi
hujjah bagi (satu-satuan) yang masih tertinggal.
e.
اَلْعَمَلُ
بِلْعَامِ قَبْلَ الْبَحْثِ عَنِ الْمُخَصِّصِ لاَ يَجُوْزُ
Artinya: Mengamalkan (dalil) ‘am sebelum menyelidiki yang menakhsis tidak
dibolehkan.
Dilalah lafadz khas
Lafadz
khas ditemui dalam nash diartikan sesuai dengan arti sebenarnya, selama tidak ditemukan
dalil yang memalingkannya pada arti lain. Contohnya, hukuman yang dijatuhkan
kepada orang yang menuduh berbuat zina adalah delapan puluh kali jera. Tidak
boleh lebih dan tidak boleh kurang. Namun apabila ditemukan dalil yang dapat
memalingkan arti lain.maka hukuman tersebut dilaksanakan sesuai dengan dilalah
dari arti bukti itu.
Kalau
lafadz khas dalam bentuk amar atau berita yang mengandung arti amar maka
perintah itu atau berita mengandung arti wajib.seperti firman Allah SWT
فاَ قْطَعُوْا
اَيْدِيَكُمْ.......
Artinya : potonglah tangan keduanya
(QS.Al-Maidah:38)
Dalam bentuk berita yang mengandung
arti amar seperti dalam firman Allah SWT
وَالْمُطَلَّقَتُ
يَتَرَ بَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ........
Artinya: wanita yang ditalak
hendaknya menahan dirinya (QS.Al-Baqarah:228)
Ayat ini memberikan petunjuk wajib
bagi perempuan yang di talak untuk menahan diri. Amar atu yang semakna dengan
amar mengndung arti wajib selama tidak ditemukan bukti yang dapat memalingkan
kepada arti lain. Tetapi kalau ada bukti yang menunjukkan pada arti lain dapat
diartikan dengan mubah, irsya (petunjuk),kebolehan,ancaman,kemuliaan,tahzir,dan
sebagainya.
Kesimpulan
‘Am
adalah suatu perkataan yang memberi pengertian umum dan meliputi
segala sesuatu yang terkandung dalam perkataan itu dengan tidak terbatas,
misalnya al-Insan yang berarti manusia.
Dapat
dimengerti keumuman itu menjadi sifat yang pengertiannya mencakup segala yang
dapat dimasukkan kedalam konotasi lafal. Sedangkan lafal yang hanya menunjukkan
beberapa orang, seperti rijalun tidak termasuk lafadz umum.
Lafadz
Khas ialah lafadz yang dilalahnya berlaku bagi seseorang yang namanya
disebutkan seperti Muhammad atau seseorang yang disebutkan jenisnya umpamanya
seorang lelaki atau beberapa orang tertentu seperti tiga orang, sepuluh orang,
seratus orang, sekelompok orang. Jadi berarti lafadz Khas tidak mencakup semua
namun hanya berlaku untuk sebagian tertentu.
Daftar Pustaka
Karim Syafi’i, Fiqih-Ushul Fiqih, Bandung, Pustaka Setia, 1997
Muhammad,nor Ikhwan,memahami Bahasa
Al-Qur’an,jogjakarta,Pustaka Pelajar,2002
Satria Effendi, M. Zein, ushul fiqh,Jakarta:Prenada media,2005
Umam Khairul, Aminudin
Ahyar, Ushul Fiqh II, Bandung:
Pustaka Setia
Komentar
Posting Komentar